JogjaVoice.com – Di tengah kontestasi politik yang penuh janji dan retorika, muncul satu nama yang justru mencuat bukan karena sorotan media, melainkan karena rekam jejak panjangnya di birokrasi.
Harda Kiswaya, nama yang mungkin dulu hanya dikenal kalangan ASN Sleman lebih tepatnya Sekda, kini menjadi wajah kepemimpinan baru yang membawa harapan konkret.
Sebagai Bupati Sleman 2025–2030 terpilih, Harda bukan sekadar pemimpin. Ia adalah bagian dari Sleman itu sendiri — lahir, tumbuh, dan mengabdi sepenuh hati.
Siapa Harda Kiswaya? Ini Profil Lengkap Sang Bupati Sleman
Dikenal sebagai pribadi yang rendah hati dan pekerja keras, Harda Kiswaya lahir di Sleman pada 26 Januari 1964. Lulusan Ekonomi dari Universitas Islam Indonesia ini memulai kariernya bukan di panggung politik, tapi di dunia akuntansi. Ia masuk ke lingkungan Pemkab Sleman tahun 1993, dan sejak saat itu terus meniti karier dari bawah.
Dari seorang pegawai biasa di Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD), ia perlahan naik tangga birokrasi hingga dipercaya menjadi Sekretaris Daerah Sleman 2020–2024. Dalam posisi inilah ia menunjukkan kapasitas sebenarnya: tenang di bawah tekanan, gesit saat krisis, dan adil dalam pengambilan keputusan.
Dari Sekda ke Bupati: Jalan Panjang Penuh Integritas
Banyak yang bertanya, bagaimana seorang birokrat bisa meraih dukungan luas untuk maju sebagai Bupati? Jawabannya bukan pada strategi politik yang megah, melainkan pada konsistensi kerja dan kedekatannya dengan masyarakat.
Dalam berbagai isu daerah — dari pengelolaan anggaran, penataan aset, hingga konflik sosial seperti insiden Babarsari — Harda dikenal turun langsung ke lapangan. Ia tidak mengandalkan staf untuk mengatur persepsi, melainkan memilih untuk mendengar langsung suara warga.
Tak heran jika pada Pilkada Sleman 2024, pasangan Harda Kiswaya dan Danang Maharsa yang diusung 12 partai besar termasuk PDIP dan Gerindra, menang mutlak dengan 62,14% suara. Bukan karena baliho, tapi karena kepercayaan.
Visi dan Program Harda Kiswaya: Fokus pada Rakyat, Bukan Popularitas
Sebagai Bupati Sleman, Harda tidak menjanjikan langit. Ia bicara hal yang konkret dan bisa dikerjakan:
Transparansi dan Digitalisasi Keuangan Daerah
Dengan latar belakang BKAD, ia ingin membuat sistem anggaran terbuka dan real-time. Tidak hanya untuk pengawasan, tapi juga partisipasi warga.
Peningkatan Kesejahteraan Petani dan UMKM
Sleman bukan kota industri besar. Kekuatan daerah ada pada pertanian, peternakan, dan UMKM. Harda ingin memperkuat jalur distribusi dan koneksi antarwilayah, agar produk lokal punya nilai lebih.
Akselerasi Infrastruktur Pinggiran
Daerah seperti Moyudan, Tempel, dan Turi masih butuh pemerataan infrastruktur. Harda menargetkan peningkatan konektivitas melalui jalan desa, internet desa, hingga layanan publik berbasis digital.
Pendidikan dan Kesehatan Progresif
Program beasiswa desa, layanan posyandu digital, hingga insentif tenaga medis di pedalaman Sleman menjadi agenda penting pemerintahannya.
Kepemimpinan Lokal dengan Standar Nasional
Meski lahir dan besar di Sleman, gaya kepemimpinan Harda Kiswaya tidak sempit. Ia dikenal adaptif, terbuka terhadap inovasi, dan punya jaringan komunikasi yang kuat dengan pusat. Dalam forum nasional, ia kerap mewakili Sleman sebagai daerah rujukan dalam pengelolaan aset dan tata kelola keuangan berbasis elektronik.
Mengapa Nama Harda Kiswaya Penting dalam Narasi Jogja Hari Ini?
Sleman adalah titik tengah Yogyakarta — geografis maupun politik. Stabilitas di Sleman sering kali menentukan ritme terbesar di DIY. Kepemimpinan seperti Harda yang tidak meledak-ledak, tapi juga tidak permisif, sangat dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan ini.
Di saat pemimpin lain sibuk menjaga pencitraan media sosial, Harda sibuk menjaga data. Di saat narasi besar dibangun lewat strategi, ia membangun cerita dari balai desa, mushola, dan lahan pertanian.
Membangun Sleman dari Dalam
Nama Harda Kiswaya mungkin tidak mencolok di linimasa nasional. Tapi bagi warga Sleman, ia adalah representasi dari pemimpin yang tahu betul bagaimana rasanya tinggal di desa, berjalan di gang sempit, dan mendengar keluh kesah warga tanpa mikrofon.
Dan hari ini, ia membuktikan bahwa membangun daerah tidak harus dimulai dari panggung, tapi dari pengabdian yang konsisten.