Dari Servis Keliling hingga Bengkel Modern: Kisah Alfri Bagus Rupawan Bangun Wistara Performance

JOGJAVOICE.COM, SLEMAN – Di sebuah garasi sederhana di Nogotirto, Gamping, Sleman, DIY suara mesin mobil bergantian terdengar. Para montir sibuk memeriksa kaki-kaki mobil dan ruang mesin. Adalah Bengkel Wistara Performance, usaha milik Alfri Bagus Rupawan yang kini telah berkembang dengan tujuh karyawan dan omzet puluhan juta rupiah per bulan. Namun siapa sangka, semua itu dimulai dari sesuatu yang sangat sederhana sebuah sepeda motor dan sebuah kotak perkakas.

“Dulu saya cuma bawa toolbox, naik motor, panggilan dari rumah ke rumah,” cerita Alfri sambil tersenyum mengenang masa awalnya. Tahun 2008, setelah bengkel tempat ia bekerja bangkrut, Alfri memilih jalan untuk mandiri dengan membuka jasa servis keliling. Sebagai lulusan SMK otomotif, ia punya bekal keterampilan, tapi sama sekali tak punya modal usaha.

Pelanggannya datang dari relasi bengkel lama. Untuk memperluas jaringan, ia menitipkan kartu nama kepada tukang parkir di bengkel tempatnya dulu bekerja. “Kalau ada pelanggan lama yang datang, saya suruh kasih kartu nama saya, biar servis mobilnya ke saya,” ujarnya. Cara sederhana itu terbukti efektif. Sedikit demi sedikit, namanya dikenal di kalangan pelanggan setia.

Hidup sebagai montir keliling tentu tidak mudah. Ia harus siap meluncur jauh, kadang ke Sanden di Bantul sisi selatan Jogja hingga Jalan Kaliurang di Sleman di sebelah utaranya. Semua dilakoni dengan motor, hujan atau panas. “Awal-awal ya berat, tapi yang penting jalan dulu. Saya yakin kalau kita tekun, hasilnya akan kelihatan,” kenang Alfri.

Membangun Wistara Performance: Jatuh Bangun Usaha

Pelanggan yang kian banyak membuat Alfri mulai berpikir untuk membuka bengkel permanen. Kebetulan, induk semangnya memiliki lahan kosong tak jauh dari tempat kos. Alfri pun memberanikan diri menyewa lahan itu dan pada 2010, lahirlah bengkel Wistara Performance, nama yang ia ambil dari anak pertamanya.

“Rasanya campur aduk. Ada semangat, tapi juga ketakutan. Saya belum tahu bisa bertahan atau tidak,” kata dia.
Usaha bengkel memang bukan jalan mulus. Ada masa ramai, ada pula masa sepi yang membuatnya harus berpikir keras bagaimana menutup biaya sewa dan gaji pegawai. “Kadang saya sampai tidur di bengkel karena kerjaan menumpuk. Kadang malah bengkel kosong seharian. Itu bagian dari jatuh bangunnya usaha,” ujarnya.

Namun Alfri tak menyerah. Bengkel terus dikembangkan dengan layanan servis mobil, perbaikan kaki-kaki, hingga penjualan onderdil. Kini, bengkel miliknya mampu menangani rata-rata 15 mobil per hari dengan omzet sekitar Rp50 juta per bulan. “Mayoritas pelanggan dari DIY, tapi ada juga yang dari Jawa Tengah. Saya senang bisa dipercaya, itu artinya kerja keras kami ada hasilnya,” tuturnya.

Bagi Alfri, keberhasilan bukan hanya soal uang. Yang lebih membanggakan, usahanya kini bisa memberi pekerjaan untuk tujuh orang. “Saya ingin mereka juga bisa hidup layak dari bengkel ini. Jadi bukan cuma saya yang merasakan manfaatnya,” katanya.

Titik Balik: Belajar Bisnis dari Pendampingan

Meski punya keterampilan teknis, Alfri mengakui bahwa ia sempat buta soal manajemen bisnis. “Yang penting bengkel jalan dulu, soal ngatur ya jalan sambil belajar,” katanya. Titik balik terjadi pada 2015 ketika ia bergabung dengan program pendampingan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) bersama paguyuban bengkel di kawasan Jogja.

Dari sana, Alfri banyak mendapat pelatihan mulai dari manajemen bisnis, promosi lewat media sosial, hingga standar pelayanan bengkel modern. Konsep 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) menjadi bekal penting yang ia terapkan di bengkel. “Dulu bengkel ya seadanya, yang penting bisa servis. Setelah ikut pelatihan, saya jadi paham bahwa bengkel harus enak dilihat, rapi, dan nyaman. Itu bikin pelanggan betah,” katanya.

Total
0
Shares
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts