Kawanan monyet yang dikenal pintar dalam mencari makan ini telah membuat petani pusing bukan kepalang. Mereka bahkan rela tidur di ladang demi menjaga hasil panen mereka tetap utuh. Kedatangan kawanan monyet seringkali tak terduga, meninggalkan kerugian mendalam bagi hasil panen warga.
Gunungkidul, 23 Juli 2025 – Serangan kawanan Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis) kian meresahkan petani di Padukuhan Monggol, Saptosari, Gunungkidul. Kerugian akibat rusaknya ladang jagung, singkong, dan berbagai hasil tani lainnya telah membuat warga gusar. Menanggapi permasalahan ini, lima kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menggelar sosialisasi penanganan hama monyet pada Rabu (23/7) di Balai Padukuhan Monggol. Lima kelompok KKN tersebut adalah KKN 138 Monggol, KKN 137 Bacak, KKN 139 Sawah, KKN 140 Ngelo, dan KKN 136 Baros Lor. Acara ini dihadiri oleh sejumlah petani dan perwakilan masyarakat setempat, serta merupakan kolaborasi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Gunungkidul.
Dalam sosialisasi tersebut, Kepala Bidang Konservasi dan Kerusakan Lahan DLH Gunungkidul, HK. Adinoto, S.P., M.P., menjelaskan bahwa monyet ekor panjang belum dapat dikategorikan sebagai hama menurut Kementerian Pertanian. “Monyet ekor panjang ini sebenarnya belum bisa disebut hama, karena Kementerian Pertanian belum pernah mengkategorikan kera ekor panjang sebagai hama,” tegas Adinoto. Ia membandingkan penanganan monyet ekor panjang dengan hama pertanian pada umumnya. “Jika sudah masuk kategori hama, seperti padi diserang wereng, penanganannya tinggal diperintahkan untuk membasmi dengan obat-obatan, dan selesai,” jelasnya.
Adinoto menekankan bahwa penanganan monyet ekor panjang tidak mudah. “Cara menanganinya tidak seperti itu. Penanganan monyet ekor panjang sama halnya dengan menangani sebuah ekosistem lingkungan. Dalam lingkungan itu ada manusia, hewan, dan tanaman. Seharusnya kita juga bersikap arif terhadap lingkungan,” lanjutnya.
Pernyataan dari pihak DLH ini, sayangnya, belum membuahkan solusi konkret yang diharapkan oleh para petani. Kepala Dukuh Padukuhan Monggol, Bapak Katiyo, mengungkapkan kekecewaannya. “Kalau kepuasan, kami belum puas. Dengan catatan yang disampaikan DLH, seperti yang kita dengar bersama, intinya kami ingin monyet ekor panjang itu segera tidak ada. Sebab, kalau harus menunggu seperti yang disampaikan tadi, misalnya menanami buah-buahan dulu dari kecil sampai besar butuh berapa tahun atau bulan, monyet ekor panjang itu bisa berkembang biak dengan pesat,” tegas Katiyo, menyuarakan kekhawatiran para petani akan lambatnya solusi yang ditawarkan.
Kawanan monyet yang dikenal pintar dalam mencari makan ini telah membuat petani pusing bukan kepalang. Mereka bahkan rela tidur di ladang demi menjaga hasil panen mereka tetap utuh. Kedatangan kawanan monyet seringkali tak terduga, meninggalkan kerugian mendalam bagi hasil panen warga.
Pihak DLH memang telah berusaha memberikan beberapa solusi, antara lain penanaman jenis vegetasi tertentu di area ladang atau penangkaran. Solusi ini berfokus pada penanaman buah-buahan yang kurang disukai manusia namun menjadi sumber pangan bagi monyet. “Ketika bicara penanganan monyet ekor panjang, penanganannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ini bicara hulu ke hilir, artinya hulunya juga harus kita perbaiki. Kita perbaiki habitatnya agar makanan tersedia dan arena bermain mereka juga tersedia,” papar Adinoto.
Adinoto mencontohkan jenis-jenis buah yang dapat ditanam, seperti pisang biji, pepaya hutan, jambu klutuk, talok, dan duet. Tanaman-tanaman ini diharapkan dapat mengembalikan arena mencari makan bagi monyet. Selain itu, penanaman pohon-pohon sebagai arena permainan monyet juga diusulkan.
Untuk jangka pendek, DLH Gunungkidul telah melakukan stimulus makan kepada kawanan monyet di alam bebas. Pemberian makan berupa ketela dan pisang dilakukan setiap tiga hari sekali. Program stimulus makan ini telah berjalan selama dua tahun, sejak tahun 2023-2024. Namun, solusi jangka panjang berupa pembangunan kawasan kebun buah baru akan dimulai pada tahap berikutnya. “Stimulus makan ini sudah kami lakukan selama dua tahun, sejak tahun 2023-2024 kemarin,” jelas Adinoto.
Penanaman skala besar diperkirakan akan dimulai pada tahun 2026-2027, kemungkinan dengan diawali proyek percontohan. “Penanaman mungkin di tahun 2026-2027. Nanti ada semacam pilot project atau percontohan dulu, karena tidak mungkin kita bisa langsung membangun sebuah kawasan instan. Menanam itu butuh waktu panjang, bagaimana setelah ditanam diberi hara hingga tanamannya memberikan hasil,” pungkas Adinoto.
Penanganan konflik antara manusia dan monyet ekor panjang ini membutuhkan metode berkelanjutan yang mempertimbangkan keseimbangan alam, bukan dengan pendekatan pembasmian masif yang dapat merusak lingkungan. Kolaborasi erat antara masyarakat, pemerintah, dan pihak terkait lainnya menjadi kunci untuk menemukan solusi jangka panjang yang efektif dan berkelanjutan bagi permasalahan ini.