Barter Produk di Jogja: Boleh Aja, Tapi Kenapa Nggak Dijual Saja?

Rokok Jogja yang Murah

JogjaVoice.com – Di Jogja, barter produk sudah kayak budaya diam-diam. Kamu punya produk, aku punya layanan. Tukeran, beres. Tapi… yuk kita pikirin ulang: kalau produkmu nilainya Rp200 ribu, kenapa nggak langsung dijual dan bayar jasanya pakai uang?

Simple, transparan, dan semua pihak senang

Realita di Jogja: semua orang butuh uang. Bahkan brand kecil sekalipun tetap perlu cash buat muter roda bisnisnya—bayar bahan baku, sewa tempat, bahkan sekadar beli bensin buat kirim produk. Jadi, alih-alih barter yang seringkali nggak setara, kenapa nggak alokasikan aja dana khusus buat kerjasama?

Tapi, Barter Masih Relevan, Kapan?

Tenang, barter itu nggak salah. Terutama buat:

  • Brand baru yang stoknya numpuk
  • Startup yang cashflow-nya lagi seret sehingga memang bener butuh saling support
  • Kolaborasi eksploratif di tahap awal

Kalau kamu punya produk yang belum laku tapi punya nilai, barter bisa jadi jalan. Tapi kuncinya: kedua pihak sepakat, jelas di depan, dan setara nilainya. Jangan sampai barter jadi bentuk ‘paksaan halus’ yang cuma satu pihak yang untung.

Jadi, Solusinya Gimana?

  1. Punya produk bagus? Jual. Ambil uangnya, bayar jasa yang kamu butuhin. Hargai karya orang lain dengan uang juga.
  2. Mau barter? Negosiasi terbuka. Jelaskan kondisi, pastikan dua-duanya untung dan rela.
  3. Transparan dari awal. Jangan sampe kesannya kayak “minta gratisan”, padahal barter sepihak.

Jogja Bukan Kota ‘Bisa Dimaklumi’

Kita sering denger kalimat, “Namanya juga Jogja, biasa lah.” Tapi jangan sampai budaya itu jadi dalih buat ngelupain profesionalitas. Jogja itu kota kreatif, bukan kota “serba bisa dimaklumi”. Semua butuh duit. Semua butuh dihargai.

Karya layak dibayar. Produk layak dijual. Barter? Boleh. Tapi bukan jalan pintas tiap kali kita nggak mau keluar uang.

Total
0
Shares
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts